“aku ngak akan sanggup Gie !!!”
“kamu harus bisa Rel !!!”
Kemudian keduanya terdiam, diikuti sela nafas yang berat. Angin
disiang itu berembus dengan deras, walaupun menandakan tidak akan turun hujan. Disebuah
jalan menuju Bandara International Minangkabau, Kalel memohon kepada Regie. Wajah
Kalel sudah terlihat memelas diiringi isak tangis seorang lelaki.
Gelang merah jambu yang diberikan oleh Kalel masih
tersangkut indah ditangan Regie. Dengan tangan kanan itulah Gegie menjinjing
koper. Kemudian Kalel mencoba meraih koper tersebut, Regie menghindar dari
Karel.
“kenapa Gie !!!” teriak Kalel disela – sela deru mesin mobil
dan motor yang melintas.
“Aku harus pergi Rel !!!” jawab Regie pelan dan berbalik
arah menuju mobil sedan hitam, milik
teman Regie yang baru saja datang.
Kalel hanya terdiam dalam tangisnya melihat orang yang
dicintainya pergi.
Regie pergi menuju Ibu Kota untuk membantu usaha ayahnya
mengelola perusahaan. Empat tahun menjalin hubungannya bersama Regie, Karel tak
bisa berbuat banyak atas kondisi yang mereka hadapi. Bukan karena jarak, karna
Regie memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Kalel.
“itu kan Kalel, gie??” tanya Afnil kepada Regie heran.
“iya gie, udah aku jelasin kenapa aku pergi dan udahan sama
dia.” Nada suara Regie mulai serak
lalu air matanya menetes.
“aku tau kok gie, yang sabar ya..” bujuk Afnil kepada
temanya itu. “memang berat, tapi kamu harus milih Karel atau Ayah kamu kan??”
tambah Afnil.
Keduanya terdiam, yang terdengar hanya isak tangis Regie.
1 tahun kemudian. Karel menceritakan Kisahnya kepada teman –
temanya dengan ceria dan tertawa. Walaupun sampai saat ini belum ada pengganti
Regie dihatinya. Dan jauh didalam hatinya menjerit tangisan yang amat dahsyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar