Hai teman-teman pengunjung blog saya, kali ini saya memposting sebuah cerita pendek yang berjudul Cerita Seram Malam Jumat. Ya, seperti itulah judulnya. Ini adalah cerita paling seram musim ini, semoga teman-teman yang baca tidak mempunyai masalah dengan jantung, lebih tepatnya hati. Okeh tanpa panjang yang dilebarkan silakah dibaca. Ohya jangan lupa komenya yah, sharing boleh juga.... hehehe....
CSMJ
Hari
ini adalah siaran yang ke dua puluh tiga. Kali pertama dirinya merasa paling
ketakutan sebagai penyiar radio dalam acara Cerita Seram Malam Jumat disingkat
CSMJ. Kinta menutup panggilan terakhir penelpon yang telah berbagi cerita dalam
acaranya. musik sendu yang di request para penelpon tadi mulai diputar. Memang
tak banyak yang berpartisipiasi untuk menelepon,
lebih banyak yang berkomentar tentang cerita penelepon di website radio. Website tersebut cukup menaikan rating radio. Dan juga siaran radio
dapat di dengarkan pada website,
dengan cara men-streaming-nya.
Disebuah
warung kopi yang hampir buka sampai dini hari. Nuansa malam jumat cukup terasa dari renggangnya kuantitas
pengendara dijalanan depan warung. Angin berembus memasuki selasar warung, tapi
tak menghentikan niat tiga pemuda untuk bermain UNO Stacko. sembari menuyusun kepingan balok yang dijadikan menara. Salah satu dari mereka memutar radio
dari smartphone, tentu saja untuk
mendengarkan acara CSMJ dari Jack.Fm.
"Cerita
Mereka kurang menakutkan," Komentar seorang pemilik akun perempuan di
website Jacko.fm. Julia tidak tertarik dengan para penelpon yang hanya berkutat
pada ketakutan tak jelasnya. Julia menopang dagunya di depan komputer, merasa
bosan. Kamar besarnya disejukan oleh AC, tapi Julia tak membutuhkanya pada
malam itu.
Kinta
keluar dari studio, ia mendapat beberapa waktu untuk sejenak beristirahat di
sofa sembari menunggu semua lagu diputar. Hari ini hanya ada dia
dan Rudi diruang operator. Tampaknya tak ada yang akan membicarakan persoalan hubungan dengan kekasihnya yang baru saja
kandas sekitar lima hari yang lalu. Lagipula
tak ada yang tau bahwa Kinta benar-benar memiliki seorang kekasih dari sikapnya
yang agak cuek.
Merasa
bosan Kinta kembali keruangan studio,
duduk dan memasangkan headphone dengan pelan. tatapanya
sejenak terpaku pada sebuah komentar di kolom acaranya, "Cerita mereka
kurang menarik." Sejenak Kinta ingin menghiraukan komentar tersebut, kemudian
sirna. "Wah bagaimana ya?, mungkin
dipenelepon kita berikutnya." Ujar Kinta melalui kalimat yang Ia ketik.
Kinta melanjutkan untuk membalas komentar lainya menunggu untuk sebuah
lagu lagi selesai diputar.
"Nah
lo... Baru saja mulai, sudah merobohkan. Ya, Sembari kita main kamu bisa cerita
kepada kita kan Ri... " Komentar salah satu sahabatnya
sekaligus membujuknya untuk bicara apa yang sedang ia pendam. Ari hanya tersenyum
dan kembali menyusun UNO seperti ke keadaan semula. Minuman yang mereka pesan
sesekali diseruput dengan pelan, agar bertahan lama.
“Halo
para pendengar dimanapun kamu berada.
Kembali lagi dalam acara Cerita Seram
Malam Jumat, jack Fm.” Suara Kinta mulai terdengar dibelakang bunyi musik yang
perlahan hilang.
“Nah.
sudah dengarkan cerita-cerita yang dialami beberapa penelepon tadi. Cukup
menyeramkan bukan. Yah, boleh percaya atau tidak kita tetap menjaga perilaku
dengan baik.”
“Kinta
akan mendengar cerita kamu yang mau sharing
disini...”
Driiiiinggg!!!
Kalimat
Kinta dputus oleh dering telepon, Langsung saja Kinta menjawab Telepon
tersebut. “Halo, Cerita Seram Malam Jumat. Dengan siapa dimana?” Ujarnya dengan
nada manja.
Tak
ada jawaban, kinta kembali mengucapkan kalimat yang sama seprti sebelumnya.
Begitu sunyi, tanpa suara apapun dibalik sana. Kinta mencoba menuggu beberapa
saat, mengarahkan pandanganya ke ruangan sebelah yang hanya ada Rudi.
“Halo...”
Suara lirih seorang laki-laki terdengar.
“Haiii,
dengan siapa, diamanaaa...” Kinta kembali menyapa. Penelepon kembali hening.
Tak
lama kemudian, seseorang di website
Jack.Fm berkomentar “Hati-hati kak Kinta jangan-jangan itu beneran dia Loh.”
Lutut Kinta bergetar membaca komentar yang baru saja muncul dari pendengar,
seperti biasa datang beberapa balasan berkelakar dari pendengar lainya. Kinta
mencoba tenang, separuh getaran tadi bisa ia redam.
“Saya,
Med.” Sahut si penelepon.
“Halo.
Hai Med. Med dimana, Kalau Kinta boleh tau.” Tanya Kinta dengan tenang.
Menghilangkan spekulasinya dari komentar yang datang barusan.
“Med,
di tempat gelap sunyi, lembab dan pengap, disebut hati.” Ujarnya pelan.
“Hahaha,
Med bisa aja.” Kinta tertawa mendengar jawaban Med. Terdengar juga tawa Med
disana pelan.
Di
warung Kopi Dua sahabat Ari tertawa terbaha-bahak mendengar jawaban med, namun
Ari tetap memasang wajah datar. Julia yang mendegar jawaban itu tersenyum dan
menarik topangan dagunya, tampaknya Julia akan mendegar cerita seru seperti
yang ia harapkan.
“Med
mau berbagi cerita apa nih sama Kinta
dan pendengar?” Kinta mulai membuka obrolan acaranya.
Detik
berjalan perlahan, Keadaan kembali sepi dibalik sana. Kinta mulai kesal
dengan penelepon yang satu ini, “Hei Med apa nih cerita kamu, boleh bagi sama Kinta
dan Pendengar dong yaa...” Kembali Kinta menanyakan Hal yang sama dengan suara
sedikit dikeraskan.
“Iya,
Aku punya cerita tentang pengalaman Aku yang paling menakutkan seumur hidup Aku.
Aku tak pernah berada pada keadaan
seperti itu sebelumnya. Bahkan dari mereka yang pernah bercerita tentang
pengalaman tersebut hanya Aku anggap lelucon sebelumnya. Aku tak pernah tau
bahwa ada masa dimana Aku yang akan mengalaminya sendiri. ” Tak disangka Med
mulai membuka cerita pengalamanya.
Kini
giliran Kinta, terdiam, menduga-duga semenakutkan apa pengalaman yang akan
diceritakan oleh Med. Para pendengar mulai penasaran dengan cerita si penelepon,
terlihat dari beberapa komenter yang masuk lebih banyak dari yang biasanya.
Dua
sahabat Ari yang baru saja menyelesaikan giliranya memindahkan balok UNO, mulai
serius mendengarkan. Angin semilir jalanan melintasi mereka, namun dengan sikap
yang dingin. Julia meraih headphone
dan menyambungkanya pada ponsel, lalu berbaring di kasurnya meninggalkan
komputer yang tetap menyala. Aplikasi radio dijalankan, channel pada Jack.Fm yang sudah di bookmark.
“Wah
tampaknya cerita Kamu sungguh....”
“Tidak,
jujur saja ini tak seperti apa yang dibayangkan.” Med memotong ucapan Kinta.
“Sesosok wajah, tanpa sedikitpun mimik. Seakan-akan menertawakan Aku, dibalik
murung yang seakan murka menghujat diriku.” Tambahnya lagi.
“Waktu
itu, Sabtu malam. Aku pergi ke sebuah tempat yang belum pernah Aku kunjungi,
Pasar Malam. Disana ada kesunyian yang terus mengikutiku, menyelimutiku dari
keramaian.” Med Terus bercerita, ketakutan dan kesedihan jelas terdengar dari
nada datar sesekali menciut pelan.
“Oke,
Med berada di pasar malam. Lalu apa yang Kamu temukan Med?.” Tanya Kinta yang mulai
penasaran.
Keadaan
kembali Sunyi, Rudi memainkan backsound
piano bernada minor dengan sangat pelan. Tiga Pemuda, Ari dan dan dua
sahabatnya di warung kopi terhenti sejenak mendengarkan cerita Med di radio.
Julia yang berbaring dikasur memeluk erat bantal gulingnya. Udara bertambah dingin, anginpun mulai
menerbangkan butiran debu.
“Makhluk
apa yang berani menampakan diri dikeramaian?.” Komentar terakhir yang baru saja
masuk ke website, kemudian tak ada
komentar lagi. Sama seperti Med yang telah sunyi diseberang sana. Kinta tetap
menunggu, ia bisa merasakan ketakutan Med saat ceritanya dimulai.
Detik
demi detik berlalu, Hanya Backsound yang terdengar samar. “Hem” Med mulai
bersuara lagi. “Aku membeli sebungkus popcorn
pada seorang lelaki paruh baya. Saat membeli hingga membayar wajahnya datar
saja. Aku berjalan menyusuri kerlap kerlip lampu dan keriuhan yang terdengar
pekat disekitar bianglala.”
“Halo
Kinta.” Sapa Med memastikan Kinta mendengarnya.
“Iya
Med, Kinta mendengerkan. Lalu Bagaimana selanjutnya?.” Kinta tidak tau pasti
apa yang harus ia tanyakan, walaupun telah terucap pertanyaan umum darinya.
Angin
mulai berdesir kencang. Tiga pemuda diwarung kopi tetap dengan seksama mendengarkan
radio. Dengan volume yang dikeraskan mengalahkan desiran angin, tiga pemuda itu
bergantian memindahkan balok Uno secara perlahan. Dikamarnya Julia Menarik
selimut hingga munutupi sebagian tubuhnya.
“Terus
terang Aku tak sanggup mengunyah Popcorn yang telah masuk kemulut. Tapi Aku
terus melakukanya, memasukanya kemulut.” Med mulai terisak.
“Med,
kamu yakin masih mau melanjutkan ceritanya untuk Kinta dan para pendengar?”
Kinta memastikan keinginan Med.
“iya.”
Jawab Med menekan suranya.
“Med,
berjalan menelusuri keramaian. Membeli Popcorn betul?”
“iya
Kinta. Kemudian Aku duduk disalah satu tepian jalan. Agak jauh dari keriuhan,
lebih dekat ke tempat parkir kendaraan. Aku merasa mual dan sempoyongan waktu
itu. Setelah duduk Aku rasa itu sudah mulai berkurang. Masih terlalu cepat untuk
pulang, Aku ingin kembali kedalam pasar. Tapi...”
Kinta
menaruh jari telunjuknya di tombol volume,
“tapi apa Med?.”
Med
kembali membisu. Lengkingan feedback
terdengar tajam menusuk telinga. Kinta Menyipitkan matanya, bersiap mendengar
jawaban Med.
“Tapi
aku berubah pkiran. Lalu Aku mendengar suara tawa seorang gadis, sungguh terasa
dekat dengan hatiku. Aku berbalik
membelakangi pasar, melihat sekitar, tapi aku tak menemukanya. Seorang berbadan
besar dan tinggi tiba-tiba menyenggol tangan kiriku. Hampir separuh popcorn yang aku pegang
tertumpah, tapi Aku tak mau itu terjadi. Dengan daya dan upaya yang dimiliki Aku
berhasil membuatnya tidak tumpah sedikitpun. Aku membiarkan orang itu pergi, Aku
tak mau bermasalah. Masalahnya kenapa Aku tak melakukanya pada apa yang
kumiliki dahulu. Tersenggol dan kubiarkan lepas begitu saja.”
Bau
badai mulai terasa, Angin mulai ricuh diatas. Ari mendapat giliran untuk
menarik balok atas pilihan temanya. Balok yang terletak antar dua balok lainya,
terimpit oleh ribuan susunan balok yang siap membuat gegaduhan.
Gorden
di dekat meja komputer melambai-lambai, tak kuat menahan terpaan angin yang
mencoba masuk. Julia tak mau beranjak dari kasurnya, ia memperhatikan saja
gorden itu dengan mata sendu, seolah-oleh sedang mengenang sesuatu.
Kinta
menghela nafas, bersiap mendengarkan Med. Rudi tak lagi terlihat diruanganya,
tapi backsound yang telah diatur
untuk terus berjalan terdengar samar.
“Aku
berlajan kearah parkiran. Cuaca pada hari itu cerah, Aku dapat melihat bintang
bertaburan dilangit. Salah satunya yang paling terang, sama seperti milikku
dahulu. Kembali Aku mendengar tawa. Aku menurunkan pandanganku, dan disanalah
aku melihatnya...”
“Melihat
apa med!?.” Tanya Kinta cepat. Med tak langsung menjawabnya. Suara med mulai
tertatih mengucap beberapa kalimat tidak jelas. Keadaan sunyi menyelimuti
studio, Kinta belum melihat Rudi kembali ke ruanganya.
Mendegar
kalimat terputus dari Med, Ari menahan tarikanya pada balok UNO. Begitu dengan
dua sahabatnya menunggu pernyataan Med. Julia menutup matanya keras-keras, meremas
selimut dan bantal gulingnya.
Bersamaan
dengan turunya hujan deras, sangat deras dengan angin kencang. Med melontarkan
sebuah kata terakhirnya. Kinta melepaskan headphone,
berlari menuju pintu keluar studio. Ari merobohkan Menara balok UNO, kontan
mereka bertiga terkejut dan menjauhi meja. Sebagian balok UNO jatuh ke lantai,
membuat gegaduhan seperti hujan lebat yang turun seperti beling kaca. Julia menarik
selimutnya, menyelinap dan berkeringat. Julia menutup matanya keras, yang ia
inginkan hanya tidur dan berdoa agar matahari datang membangunkanya esok hari.
“Empat
tahun, Beberapa ucapan perpisahan. Seminggu kemudian yang Aku terima hanya undangan
pernikahan!. Apa cinta bisa dijual!!.” Teriak Ari kepada dua sahabatnya. Belum hilang
pernyataan dari Med, kedua sahabat Ari terperangah, dengan pupil mata membesar.
Didepan
pintu yang ia buka ternyata ada Rudi dengan segelas air hangat. Kinta memeluk
Rudi, “Hei ada apa? Diluar sudah mulai hujan. Aku membawakan segelas air hangat
untukmu.” Ujar Rudi. Rudi heran saat kinta memeluknya erat, Ia juga merasakan
tubuh Kinta mengigil. Kinta tak sanggup berdiri, Rudi menopang tubuh Kinta yang
sempoyongan agar dapat berjalan ke sofa. “Mantan...” Ujar Kinta pelan dengan
mata berlinang.
Mantan apa?, Rudi merasa melewatkan sesuatu saat mengambil
air minum. “Closing kamu tinggal dua
puluh menit lagi, diisi musik saja sampai habis.” Rudi berbalik meninggalkan
Kinta menuju ruanganya.
Hujan
lebat itu berlangsung hingga pagi hari. Matahari muncul dengan pendar kuning
kehijauan, tak menyisihkan sedikitpun sisa kejadian tadi malam. Tapi kejadian
itu akan mereka kenang dengan apa yang mareka rasakan di masa depan. Siklus
perputaran terjadi dengan tingkat berbeda, Kinta akan selalu mengenang kejadian
itu dengan rasa yang ia miliki.