The Final Pieces.
Saat bulan purnama menghiasi malam hari
ini. Saat semua orang terlelap dalam mimpi yang indah. Hangatnya selimut
menambah kegembiraan tidur di dalam kamar yang hangat. Lampu lampu jalan yang
indah masih sempat menghiasi jalanan, tak ada satupun terlihat kendaraan yang
melintas. Angin malam yang dingin berhembus seperti ribuan kawat halus tajam
menerpa diriku. Tak ada satupun bunyi yang ku dengar selain dedaunan yang
berdecik akibat bergesekan satu sama lainya.
Sungguh indah malam ini, hanya aku dan
dunia yang gelap. Aku berjalan menuju sesuatu yang tak aku ketahui, dalam hati
aku hanya bertanya kemanakah hati ini membawaku. Aku ingin kembali, namun aku
juga tak mengetahui aku harus kembali kemana. Ku ikuti Hati ini hanya saja
kakiku merasa sudah tak kuat lagi mengikuti hati ini. Aku bingung, terombang
ambing sendiri, di malam ini.
Saat semua raga ini mulai lelah dan tek
tertahan kan, hati ku berkata sudah sampai. Dan aku mendongakan kepala ku
kedapan. Hanya terlihat sebuah rumah yang indah dihiasi lampu taman. Dinding
dan pagar yang bercat putih. Seperti rumah umum biasanya. Tapi ini bukanlah
sebuah rumah biasa, ini rumah yang special. Aku bertanya lagi dalam hati ku ada
apa dengan rumah ini. Hatiku terasa riang dalam pertanyaan ku.
Tak lama berlalu baru aku merasakan dingin
nya mala mini, hingga semua anggota tubuhku membeku tak bisa ku rasakan lagi.
Aku tak sanggup berdiri, lutut ku terhempas ke tanah. Aku terduduk, tiba tiba
aku tersenyum entah kenapa, tak sadar tubuh ini terjatuh. Yang terlihat hanya
rumah tadi dengan jemiringan Sembilan puluh derajat, diiringi pemandangan yang
mulai memudar dan gelap.
Kemuadian, aku tebangun
dari tidurku yang lelap. Kulihat cahaya mentari menembus jendela kamarku yang
sejajar dan berwarna kuning. Entah apa yang kualami semalam, dan apakah itu
sebuah mimpi yang seolah - olah
mengingatkan ku pada seseorang. Tidak mungkin itu hanyalah mimpi yag di sebut
banyak orang bunga tidur, sahut pikiranku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar