+ -

BANNER

BANNER

Minggu, 16 Maret 2014

Foudre (need a comment)



            Hai teman-teman pengunjung blog gue yang kadang kala Gaje ini. beberapa waktu lalu gue ikutan lomba menulis cerpen yang bersifat lokal di daerah gue dan seperti biasa gue ngak pernah menang. setelah temen-temen baca, gue butuh komentarnya untuk kebaikan kedepanya. Gue berharap ada kritikan pedas, karna gue udah ngak tau lagi tulisan yang bener-bener bersifat gue sampe ato ngak ke pembaca. Gue mohon komentari carilah kesalahan gue. gue lampirkan naskah cerpenya tanpa edit sesuai submitionnya.

FOUDRE

            Haus, lelah dan sedikit mual. Itulah yang Ia rasakan, saat Ia mulai duduk dan menuggu pesananya di sebuah cafe yang terlihat tak terlalu populer. Siang itu Ia hanya kebetulan lewat dan berkunjung ke cafe. Cukup luas didalam dengan properti yang disusun rapi, tampaknya belum banyak yang berkunjung ke kafe tersebut. Tak ada alasan untuknya mengujungi cafe tersebut, selain karna Ia terlalu lelah mengemudikan motornya untuk pulang. Untuk sekedar bersantai di sebuah tempat mungkin akan meringankan kejutan di otaknya.

            Ia dipanggil Fou, memang aneh terdengar, jika pertama kali mendenger nama tersebut, Ia bukan keturunan Cina. Pemuda dengan segudang kegiatan namun lebih suka menyendiri dan tak banyak bicara untuk beberapa hal yang Ia anggap terlalu gamblang.
           
            Gelisah, itu yang Ia rasakan sejak tiga minggu yang lalu. Sejak Asya memutuskan untuk berpisah denganya. Alasanya, tidak ada waktu untuk bertemu bahkan mengirimkan sebuah pesan singkat. Belum lagi seorang teman memintanya membuatkan konsep untuk sebuah acara kampus. Tugas kuliahpun juga bertumpuk tak karuan. Dalam hatinya Fou hanya ingin tenang dan mengurangi kegiatan setidaknya sampai Ia menyelesaikan kuliah, tergigit dari alasan Asya yang mengatakan Fou terlalu sibuk dengan kegiatanya.

            Sesekali tenggorokanya terasa ingin meledak dan berteriak sekuat-kuatnya hingga memecahkan gelas. Takut akan membuang waktu dan tenaganya untuk hal yang Ia tak sukai, lagi. Fou benar-benar merasa lelah memikirkan semuanya yang seperti bom waktu.

            “Maaf... ” tiba-tiba terdengar suara seorang gadis dari belakangnya.

            Fou menengok kebelakang. Terdapat sosok seorang gadis disana, Fou mengerutkan kening beberapa saat. Mengidentifikasi apakah sosok itu Ia kenal atau inginkan. Ternyata tidak sama sekali.

            “Ini tempat duduk Saya biasanya, bisakah Kamu pindah?” Pinta sang gadis.

            “Ehm, maaf  Saya lebih dulu duduk disini. Basih banyak tempat kosong.” Jawab Fou sembari menunjukan random meja yang kosong.

            Tanpa basa basi gadis itu melangkah dan duduk di bangku lainya di meja yang sama dengan Fou. Fou heran tak percaya dengan hal barusan. Mereka duduk berhadapan, sang gadis menatapnya dengan wajah jutek. Fou memalingkan pandangan, dan memilihi untuk tetap diam.

            Minuman yang di pesan Fou  telah datang, just mangga tanpa es. Setelah meletakan minuman, pelayan menyapa gadis didepanya, seakan mereka sudah akrab.

            “Eh ada Dya...” Sapa pelayang lelaki itu dengan senyum yang ramah. “Pesananya seperti yangbiasanya ya?” Tambahnya yang disambut hangat senyum gadis yang dipanggil Dya itu.

            Senyumanya yang ramah membalas sapaan pelayan itu sedikit merubah persepsi Fou, dan menyangka bahwa gadis tersebut ramah.

            “Kamu mau duduk disini ? Biar Saya pindah kemeja sebelah. ” Fou berubah pikiran untuk memberikan tempatnya kepada Dya.

            Belum sempat beranjak Dya menahanya untuk tetap ditempat. “Eh jangan, tidak masalah kok. Saya hanya ingin melihat seseorang, ternyata dari sini juga bisa terlihat. Ya, walaupun harus sedikit memutar.” Sambil tersenuym kepada Fou.

            Senyumnya yang indah dengan lesung pipit hanya di pipi kanan. Membuat Fou nyaman memperhatikan wajah Dya yang oriental dengan rambut ikal bergelombang terurai sebahu.  Fou kembali ke posisi semula.

            “Kalau begitu perkenalkan Saya Foudre, biasa dipanggil Fou.” Sembari menyodorkan tanganya.

            “Saya Cloudya. Panggil saja Dya.” Sahut Dya menyambut jabat tangan Fou. Tak ada ekspresi bertanya seperti biasanya yang dilakukan orang lain kenapa nama itu ada, dan Fou tidak terlihat seperti keturunan cina baginya.

            Hening.

            Setelah berjabat tangan Fou mengeluarkan buku catatan kecil dan pena dari tas, kebiasaanya mencatat hal-hal dan ide menarik hasil mekanis elektrik otaknya. Tak lama pesanan Dya datang. Jus mangga yang sama seperti sebelumnya yang diantarkan pelayan itu. Tak seorangpun dari mereka mengganggap itu sebuah keanehan, rencana ataupun kebetulan. Fou sibuk dengan catatanya. Dya sibuk dengan jam tangan dan pandanganya. Fou memperhatikan Dya beberapa kali menoleh kearah luar jendela. Pendar aspal yang menyengat oleh teriknya matahari. Tak seorang pun terlihat diseberang jalan sana. Fou menyeringat heran apa yang sedang diperhatikan gadis tersebut.

            “Kamu menunggu seseorang ?”

            Dya tersentak. “Tidak juga, hanya ingin melihat seseorang yang biasanya sudah turun dari angkutan kota waktu sekarang ini.” Pandangan Dya beralih kearah jam di pergelangan tanganya.

            “Tidak ada satupun yang turun...” Fou juga turut memperhatikan seberang jalan tersebut.

            Tak lama kemudian sebuah angkutan kota berhenti dan menurunkan sepasang penumpang. Setelah angkutan kota berlalu yang perempuannya mengembangkan payung untuk Ia dan pasanganya. Dya tak lepas memandangi pasangan diseberang jalan itu. Matanya goyah tak berirama. Fou yang memperhatikan mata Dya, mecerminkan sesuatu yang terpendam dan ingin untuk dijelaskan.

            “Kenapa Dya..?” Tanya Fou heran menyaksikan kejadian tersebut.

            “Ah, biasanya tidak seorang gadispun turun bersamanya dar i angkutan kota selama ini.” Tutur Dya dengan suara agak berat.

            Terlalu gamblang untuk Fou menebak itu adalah permasalahan perasaan. “Jadi sejak kapan Kamu duduk di bangku Saya ini?” Fou mencoba mengalihkan fokus Dya.

            “Sudah cukup lama Fou, sejak mencari-cari tempat untuk bersantai, sejak Saya melihatnya turun dari angkutan kota di waktu dan hari yang sama.” Tutur Dya menjawab pertanyaan Fou.

            Kini Dya tak memperhatikan jam dan seberang jalan lagi. Fou tak terlalu ingin mengorek apa yang sebenarnya terjadi, tetapi dengan yakin tebakan akan situasi saat ini cukup tepat menurutnya. Ada intuisi lain dari tanggapan Dya dari pertanyaan sebelumnya yang membuat Fou kembali ragu.

            “Jadi kenapa Kamu mencuri tempat duduk Saya.” Tiba-tiba Fou ditimpali pertanyaan dari Dya dengan nada dan sifat yang lebih tenang dari dua dIalogi sebelumnya.

            “ Ini pertama kali Saya mencuri bangku Kamu.” Senyum Fou menjawab, seakan Ia lupa bagaimana keadaan mencekam seperti diawal  tadi.

            Rasa mual, lelah dan letih terhapuskan oleh kejadIan singkat yang baru saja terjadi. pesan yang memberinya pelajaran berharga. Menyikapi kehidupan. Fou menulis sesuatu dengan cepat sebelum menutup catatan kecilnya.

            “Jadi siapa lelaki yang barusan turun dari angkutan kota itu?” pertanyaan Fou terlalu terbuka tetapi Ia yakin Dya akan menjawab. Sebuah pertanyaan untuk membenarkan spekulasinya.

            “Sebenarnya tidak tau,” Dya tersenyum dan menggeleng kecil. “Saya pikir dengan melihatnya sudah cukup untuk menghapus rasa rindu Saya dari saat pertama melihatnya. Saya bahkan tak tau namaya. ” Dya tertawa menjelaskan.

            Entah hanya untuk kebiasaan atau hanya kebutuhan perasaan, tebakan Fou meleset dari perkiraan, ternyata itu tidak sepenuhnya melibatkan perasaan. Sosok yang didepanya sangat sulit ditebak.

            “Kamu masih kuliah atau sudah kerja?” tanya Dya membuka percakapan baru.

            “Masih kuliah, dan merangkap Freelance Conceptor. Bagaimana dengan Kamu?”

            Percakapan ringanpun terus berjalan. Jus yang mereka pesanpun sudah dinikmati dengan baik. Satu pertanyaan Fou yang tak Ia tanyakan kepada Dya, kenapa Dya melakukan hal itu. Yang pasti kejadian yang Ia saksikan tadi memberikan sesuatu yang sulit untuk diterangkan secara rigid bahkan untuk dirinya sendiri. Akumulasi kata-kata yang memberikan penjelasan tertunda membuatnya bersemangat untuk ingin tau.

            Bagi Fou kehidupan yang Ia jalani saat ini tak terlalu jauh dari situasi tersebut, kita manusia berjuang memenuhi keinginan, kebutuhan dan jawaban dari semua pertanyaan. Disana terlihat Dya yang tersenyum mendengar cerita Fou. Kegamblang yang selama ini Ia jauhi memberikan efek lega untuk sekedar berfikiran simple dan terbuka.

            Cukup lama bercerita beberapa sudut kehidupan, membawa mereka ke pengujung perpisahan. Didepan cafe Fou dan Dya berpisah. Fou mengarah ke tempat parkiran motor dan Dya kearah yang berlawanan. Sebelum agak jauh Dya bertanya kepada Fou, “Oh ya, Foudre itu artinya apa?”

            “Petir.” Jawab Fou tersenyum.

            “Baru tau, disini awan. Sampai jumpa Fou.” Dya pun berlalu.

           
            Sebulan kemudIan Fou kembali ke cafe tersebut, di waktu dan hari yang sama. Fou pun duduk di tempat yang sama, tentunya dengan pesanan yang sama.

            “Mas, gadis yang katanya sering kesini. Orangnya lesung pipit, dan rambut ikal, masih sering kesini?” tanya Fou kepada pelayan yang Ia anggap memperhatikan Dya.
            “Oh, Dya... Sudah sebulan ini tidak ada main kesini lagi...” Terang sang pelayan.

            “Begitu ya, makasih mas.”

            Fou ternyum membuka buku catatan kecilnya, membuka halaman terakhir yang Ia tulis saat bertemu dengan Dya. Dihalaman itu dengan agak besar terlulis, KEEP FIGHT!!!.

            “Ternyata ini giliran aku menggantikanmu Dya.” Batin Fou sambil tertawa kecil memperhatikan catatanya.

 
5 SKIZOID: Maret 2014             Hai teman-teman pengunjung blog gue yang kadang kala Gaje ini. beberapa waktu lalu gue ikutan lomba menulis cerpen yang ...
< >