+ -

BANNER

BANNER

Kamis, 12 Maret 2015

Cerita Seram Malam Jumat

Hai teman-teman pengunjung blog saya, kali ini saya memposting sebuah cerita pendek yang berjudul Cerita Seram Malam Jumat. Ya, seperti itulah judulnya. Ini adalah cerita paling seram musim ini, semoga teman-teman yang baca tidak mempunyai masalah dengan jantung, lebih tepatnya hati. Okeh tanpa panjang yang dilebarkan silakah dibaca. Ohya jangan lupa komenya yah, sharing boleh juga.... hehehe....



CSMJ
Hari ini adalah siaran yang ke dua puluh tiga. Kali pertama dirinya merasa paling ketakutan sebagai penyiar radio dalam acara Cerita Seram Malam Jumat disingkat CSMJ. Kinta menutup panggilan terakhir penelpon yang telah berbagi cerita dalam acaranya. musik sendu yang di request para penelpon tadi mulai diputar. Memang tak banyak yang berpartisipiasi untuk  menelepon, lebih banyak yang berkomentar tentang cerita penelepon di website radio.  Website tersebut cukup menaikan rating radio. Dan juga siaran radio dapat di dengarkan pada website, dengan cara men-streaming-nya.

Disebuah warung kopi yang hampir buka sampai dini hari. Nuansa malam  jumat cukup terasa dari renggangnya kuantitas pengendara dijalanan depan warung. Angin berembus memasuki selasar warung, tapi tak menghentikan niat tiga pemuda untuk bermain UNO Stacko. sembari menuyusun kepingan balok yang dijadikan  menara. Salah satu dari mereka memutar radio dari smartphone, tentu saja untuk mendengarkan acara CSMJ dari Jack.Fm.

"Cerita Mereka kurang menakutkan," Komentar seorang pemilik akun perempuan di website Jacko.fm. Julia tidak tertarik dengan para penelpon yang hanya berkutat pada ketakutan tak jelasnya. Julia menopang dagunya di depan komputer, merasa bosan. Kamar besarnya disejukan oleh AC, tapi Julia tak membutuhkanya pada malam itu.

Kinta keluar dari studio, ia mendapat beberapa waktu untuk sejenak beristirahat di sofa sembari menunggu semua lagu diputar. Hari ini hanya  ada  dia dan Rudi diruang operator. Tampaknya tak ada yang akan membicarakan persoalan  hubungan dengan kekasihnya yang baru saja kandas sekitar lima hari yang  lalu. Lagipula tak ada yang tau bahwa Kinta benar-benar memiliki seorang kekasih dari sikapnya yang agak cuek.

Merasa bosan  Kinta kembali keruangan studio, duduk dan  memasangkan headphone dengan pelan. tatapanya sejenak terpaku pada sebuah komentar di kolom acaranya, "Cerita mereka kurang menarik." Sejenak Kinta ingin menghiraukan komentar tersebut, kemudian sirna. "Wah bagaimana ya?,  mungkin dipenelepon kita berikutnya." Ujar Kinta melalui kalimat yang Ia ketik. Kinta melanjutkan  untuk  membalas komentar lainya menunggu untuk sebuah lagu lagi selesai diputar.

"Nah lo... Baru saja mulai, sudah merobohkan. Ya, Sembari kita main kamu bisa cerita kepada kita  kan  Ri... " Komentar salah satu sahabatnya sekaligus membujuknya untuk bicara apa yang sedang ia pendam. Ari hanya tersenyum dan kembali menyusun UNO seperti ke keadaan semula. Minuman yang mereka pesan sesekali diseruput dengan pelan, agar bertahan lama.

“Halo para pendengar dimanapun  kamu berada. Kembali lagi dalam  acara Cerita Seram Malam Jumat, jack Fm.” Suara Kinta mulai terdengar dibelakang bunyi musik yang perlahan hilang.

“Nah. sudah dengarkan cerita-cerita yang dialami beberapa penelepon tadi. Cukup menyeramkan bukan. Yah, boleh percaya atau tidak kita tetap menjaga perilaku dengan baik.”  

“Kinta akan mendengar cerita kamu yang mau sharing disini...”

Driiiiinggg!!!

Kalimat Kinta dputus oleh dering telepon, Langsung saja Kinta menjawab Telepon tersebut. “Halo, Cerita Seram Malam Jumat. Dengan siapa dimana?” Ujarnya dengan nada manja.

Tak ada jawaban, kinta kembali mengucapkan kalimat yang sama seprti sebelumnya. Begitu sunyi, tanpa suara apapun dibalik sana. Kinta mencoba menuggu beberapa saat, mengarahkan pandanganya ke ruangan sebelah yang hanya ada Rudi.

“Halo...” Suara lirih seorang laki-laki terdengar.

“Haiii, dengan siapa, diamanaaa...” Kinta kembali menyapa. Penelepon kembali hening.

Tak lama kemudian, seseorang di website Jack.Fm berkomentar “Hati-hati kak Kinta jangan-jangan itu beneran dia Loh.” Lutut Kinta bergetar membaca komentar yang baru saja muncul dari pendengar, seperti biasa datang beberapa balasan berkelakar dari pendengar lainya. Kinta mencoba tenang, separuh getaran tadi bisa ia redam.

“Saya, Med.” Sahut si penelepon.

“Halo. Hai Med. Med dimana, Kalau Kinta boleh tau.” Tanya Kinta dengan tenang. Menghilangkan spekulasinya dari komentar yang datang barusan.

“Med, di tempat gelap sunyi, lembab dan pengap, disebut hati.” Ujarnya pelan.

“Hahaha, Med bisa aja.” Kinta tertawa mendengar jawaban Med. Terdengar juga tawa Med disana pelan.

Di warung Kopi Dua sahabat Ari tertawa terbaha-bahak mendengar jawaban med, namun Ari tetap memasang wajah datar. Julia yang mendegar jawaban itu tersenyum dan menarik topangan dagunya, tampaknya Julia akan mendegar cerita seru seperti yang ia harapkan.

“Med  mau berbagi cerita apa nih sama Kinta dan pendengar?” Kinta mulai membuka obrolan acaranya.

Detik berjalan  perlahan, Keadaan  kembali sepi dibalik sana. Kinta mulai kesal dengan penelepon yang satu ini, “Hei Med apa nih cerita kamu, boleh bagi sama Kinta dan Pendengar dong yaa...” Kembali Kinta menanyakan Hal yang sama dengan suara sedikit dikeraskan.

“Iya, Aku punya cerita tentang pengalaman Aku yang paling menakutkan seumur hidup Aku. Aku tak pernah berada  pada keadaan seperti itu sebelumnya. Bahkan dari mereka yang pernah bercerita tentang pengalaman tersebut hanya Aku anggap lelucon sebelumnya. Aku tak pernah tau bahwa ada masa dimana Aku yang akan mengalaminya sendiri. ” Tak disangka Med mulai membuka cerita pengalamanya.

Kini giliran Kinta, terdiam, menduga-duga semenakutkan apa pengalaman yang akan diceritakan oleh Med. Para pendengar mulai penasaran dengan cerita si penelepon, terlihat dari beberapa komenter yang masuk lebih banyak dari yang biasanya.

Dua sahabat Ari yang baru saja menyelesaikan giliranya memindahkan balok UNO, mulai serius mendengarkan. Angin semilir jalanan melintasi mereka, namun dengan sikap yang dingin. Julia meraih headphone dan menyambungkanya pada ponsel, lalu berbaring di kasurnya meninggalkan komputer yang tetap menyala. Aplikasi radio dijalankan, channel pada Jack.Fm yang sudah di bookmark.

“Wah tampaknya cerita Kamu sungguh....”

“Tidak, jujur saja ini tak seperti apa yang dibayangkan.” Med memotong ucapan Kinta. “Sesosok wajah, tanpa sedikitpun mimik. Seakan-akan menertawakan Aku, dibalik murung yang seakan murka menghujat diriku.” Tambahnya lagi.

“Waktu itu, Sabtu malam. Aku pergi ke sebuah tempat yang belum pernah Aku kunjungi, Pasar Malam. Disana ada kesunyian yang terus mengikutiku, menyelimutiku dari keramaian.” Med Terus bercerita, ketakutan dan kesedihan jelas terdengar dari nada datar sesekali menciut pelan.

“Oke, Med berada di pasar malam. Lalu apa yang Kamu  temukan Med?.” Tanya Kinta yang mulai penasaran.

Keadaan kembali Sunyi, Rudi memainkan backsound piano bernada minor dengan sangat pelan. Tiga Pemuda, Ari dan dan dua sahabatnya di warung kopi terhenti sejenak mendengarkan cerita Med di radio. Julia yang berbaring dikasur memeluk erat bantal gulingnya.  Udara bertambah dingin, anginpun mulai menerbangkan butiran debu.

“Makhluk apa yang berani menampakan diri dikeramaian?.” Komentar terakhir yang baru saja masuk ke website, kemudian tak ada komentar lagi. Sama seperti Med yang telah sunyi diseberang sana. Kinta tetap menunggu, ia bisa merasakan ketakutan Med saat ceritanya dimulai.

Detik demi detik berlalu, Hanya Backsound yang terdengar samar. “Hem” Med mulai bersuara lagi. “Aku membeli sebungkus popcorn pada seorang lelaki paruh baya. Saat membeli hingga membayar wajahnya datar saja. Aku berjalan menyusuri kerlap kerlip lampu dan keriuhan yang terdengar pekat disekitar bianglala.”

“Halo Kinta.” Sapa Med memastikan Kinta mendengarnya.

“Iya Med, Kinta mendengerkan. Lalu Bagaimana selanjutnya?.” Kinta tidak tau pasti apa yang harus ia tanyakan, walaupun telah terucap pertanyaan umum darinya.

Angin mulai berdesir kencang. Tiga pemuda diwarung kopi tetap dengan seksama mendengarkan radio. Dengan volume yang dikeraskan mengalahkan desiran angin, tiga pemuda itu bergantian memindahkan balok Uno secara perlahan. Dikamarnya Julia Menarik selimut hingga munutupi sebagian tubuhnya.

“Terus terang Aku tak sanggup mengunyah Popcorn yang telah masuk kemulut. Tapi Aku terus melakukanya, memasukanya kemulut.” Med mulai terisak.

“Med, kamu yakin masih mau melanjutkan ceritanya untuk Kinta dan para pendengar?” Kinta memastikan keinginan Med.

“iya.” Jawab Med menekan suranya.

“Med, berjalan menelusuri keramaian. Membeli Popcorn betul?”

“iya Kinta. Kemudian Aku duduk disalah satu tepian jalan. Agak jauh dari keriuhan, lebih dekat ke tempat parkir kendaraan. Aku merasa mual dan sempoyongan waktu itu. Setelah duduk Aku rasa itu sudah mulai berkurang. Masih terlalu cepat untuk pulang, Aku ingin kembali kedalam pasar. Tapi...”

Kinta menaruh jari telunjuknya di tombol volume, “tapi apa Med?.”

Med kembali membisu. Lengkingan feedback terdengar tajam menusuk telinga. Kinta Menyipitkan matanya, bersiap mendengar jawaban Med.

“Tapi aku berubah pkiran. Lalu Aku mendengar suara tawa seorang gadis, sungguh terasa dekat dengan  hatiku. Aku berbalik membelakangi pasar, melihat sekitar,  tapi aku tak menemukanya. Seorang berbadan besar dan tinggi tiba-tiba menyenggol tangan  kiriku. Hampir separuh popcorn yang aku pegang tertumpah, tapi Aku tak mau itu terjadi. Dengan daya dan upaya yang dimiliki Aku berhasil membuatnya tidak tumpah sedikitpun. Aku membiarkan orang itu pergi, Aku tak mau bermasalah. Masalahnya kenapa Aku tak melakukanya pada apa yang kumiliki dahulu. Tersenggol dan kubiarkan lepas begitu saja.”

Bau badai mulai terasa, Angin mulai ricuh diatas. Ari mendapat giliran untuk menarik balok atas pilihan temanya. Balok yang terletak antar dua balok lainya, terimpit oleh ribuan susunan balok yang siap membuat gegaduhan.

Gorden di dekat meja komputer melambai-lambai, tak kuat menahan terpaan angin yang mencoba masuk. Julia tak mau beranjak dari kasurnya, ia memperhatikan saja gorden itu dengan mata sendu, seolah-oleh sedang mengenang sesuatu.

Kinta menghela nafas, bersiap mendengarkan Med. Rudi tak lagi terlihat diruanganya, tapi backsound yang telah diatur untuk terus berjalan terdengar samar.

“Aku berlajan kearah parkiran. Cuaca pada hari itu cerah, Aku dapat melihat bintang bertaburan dilangit. Salah satunya yang paling terang, sama seperti milikku dahulu. Kembali Aku mendengar tawa. Aku menurunkan pandanganku, dan disanalah aku melihatnya...”

“Melihat apa med!?.” Tanya Kinta cepat. Med tak langsung menjawabnya. Suara med mulai tertatih mengucap beberapa kalimat tidak jelas. Keadaan sunyi menyelimuti studio, Kinta belum melihat Rudi kembali ke ruanganya.

Mendegar kalimat terputus dari Med, Ari menahan tarikanya pada balok UNO. Begitu dengan dua sahabatnya  menunggu pernyataan  Med. Julia menutup matanya keras-keras, meremas selimut dan bantal gulingnya.

Bersamaan dengan turunya hujan deras, sangat deras dengan angin kencang. Med melontarkan sebuah kata terakhirnya. Kinta melepaskan headphone, berlari menuju pintu keluar studio. Ari merobohkan Menara balok UNO, kontan mereka bertiga terkejut dan menjauhi meja. Sebagian balok UNO jatuh ke lantai, membuat gegaduhan seperti hujan lebat yang turun seperti beling kaca. Julia menarik selimutnya, menyelinap dan berkeringat. Julia menutup matanya keras, yang ia inginkan hanya tidur dan berdoa agar matahari datang membangunkanya esok hari.

“Empat tahun, Beberapa ucapan perpisahan. Seminggu kemudian yang Aku terima hanya undangan pernikahan!. Apa cinta bisa dijual!!.” Teriak Ari kepada dua sahabatnya. Belum hilang pernyataan dari Med, kedua sahabat Ari terperangah, dengan pupil mata membesar.

Didepan pintu yang ia buka ternyata ada Rudi dengan segelas air hangat. Kinta memeluk Rudi, “Hei ada apa? Diluar sudah mulai hujan. Aku membawakan segelas air hangat untukmu.” Ujar Rudi. Rudi heran saat kinta memeluknya erat, Ia juga merasakan tubuh Kinta mengigil. Kinta tak sanggup berdiri, Rudi menopang tubuh Kinta yang sempoyongan agar dapat berjalan ke sofa. “Mantan...” Ujar Kinta pelan dengan mata berlinang.

Mantan apa?,  Rudi merasa melewatkan sesuatu saat mengambil air minum. “Closing kamu tinggal dua puluh menit lagi, diisi musik saja sampai habis.” Rudi berbalik meninggalkan Kinta menuju ruanganya.

Hujan lebat itu berlangsung hingga pagi hari. Matahari muncul dengan pendar kuning kehijauan, tak menyisihkan sedikitpun sisa kejadian tadi malam. Tapi kejadian itu akan mereka kenang dengan apa yang mareka rasakan di masa depan. Siklus perputaran terjadi dengan tingkat berbeda, Kinta akan selalu mengenang kejadian itu dengan rasa yang ia miliki. 
5 SKIZOID: Maret 2015 Hai teman-teman pengunjung blog saya, kali ini saya memposting sebuah cerita pendek yang berjudul Cerita Seram Malam Jumat. Ya, seperti itu...
< >