+ -

BANNER

BANNER

Selasa, 26 Mei 2015

Cerpen to Lawang Park



Halo semua, apa kabar? satu bulan mungkin lebih belakangan Gue nggak ada posting cerita. semoga kedepanya tulisan diblog ini bakal Gue ramein lagi.

Okeh, kali ini Gue bakal cerita tentang perjalanan ke Puncak Lawang. Ini adalah perjalanan Gue di pengujung tahun 2014 kemaren. Puncak Lawang? ada yang tau tempat itu?, setidaknya ada dari teman-teman yang mampir ke blog ini udah dua kali kesini. Tempat ini adalah salah satu tempat wisata populer di sumatera barat, yang mungkin pengen banget Kamu kunjungi.



ini kali pertama Gue bepergian ke Puncak Lawang ini, disana juga disebut Lawang Park. kelemahan gue, susah banget mengingat nama tempat dan jalan yang gue lalui kesana. Perjalanan ditempuh sekitar 4 jam-an dari Padang (kalau nggak salah). Gue dan tiga orang lainya (Abak, Kombek, dan Botak) menggunakan dua sepeda motor untuk kesana.




Perjalanan ini kalau nggak salah cuman seharian tapi lumayan menjadi perjalanan yang mengesankan. sesampainya disana dengan hamparan tumbuhan yang hijau, lelah pun terbayarkan. Sempat turun hujan beberapa saat tetapi haripun kembali cerah. Diatas sana kita dapat menyaksikan hamparan danau maninjau, tentunya tak lupa menjadi momen foto-foto dengan berbagai pose. Tak heran banyak pengunjung di Puncak Lawang ini, karena aksesnya lumayan mudah, jalan menuju kesana ber-aspal, ada aoubound dan beberapa warung wisata. Sayangnya, yang pergi adalah jones semua, jadi rada risih ngeliatin beberapa pasangan berfoto selfie. Abak yang tak bisa menahan kuasa melihat para pasangan tersebut merengek untuk turun kebawah (tentunya tidak pake guling-gulingan.)




 Puas dengan itu semua, Kamipun melanjutkan perjalanan. tujuan Kami adalah rumah salah seorang gadis, teman akrab kami Ami dari kelompok kecebong pekat. Sedikit tentang kelompok-kelompokan ini. Sewaktu kuliah dahulu, salah satu sahabat perempuan Kami memiliki beberapa teman perempuan yang mengyebut diri mereka kecebong pekat termasuk Ami. Waktu itu juga Gue dan beberapa teman akrab laki-laki memulai sebuah usaha periklanan dan desain kecil-kecilan dengan nama dube. suatu saat teman perempuan kami tadi mempertemukan kami pada sebuah acaranya, dan berlanjut berteman sampai saat ini. Kami menuju rumah ami melewati "kelok 44" agak terlihat creepy karena cuaca kembali diselimuti awan gelap. tak lamapun setelah melewati kelok 44 kami menyusuri tepian danau jalan beraspal, agak berkabut tetapi indahnya danau maninjau terlihat dengan jelas.








Sesampainya di rumah Ami setelah tersesat beberapa lama, Kami disambut oleh keluarga Ami. sembari menonton, dan menikmmati kue dan kopi, kami bercerita sedikit dengan Ayah Ami. dengan keadaan yang asri dan sejuk ada saja yang tumbang, hangatnya karpet  tak dapat di elakan lagi. Kombek sudah ketiduran, Abak tak henti-hentinya memainkan hp. Botak? jangan tanya botak. Gue masih bercakap-cakap dengan Ayah, tentang beberapa foto yang terpajang di dinding, foto wisuda, foto acara dan foto keluarga.

Setelah dirasa lelah telah hilang, Gue, Botak dan Abak setuju untuk melanjutkan perjalanan untuk pulang tentunya dengan susah payah membangunkan kombek. selepas senja yang sudah mulai gelap kami berpamitan dan kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang. Cukup lama diperjalanan hingga kamipun sampai dirumah. Begitulah sedikit cerita perjalan yang singkat namun mengesankan. Semoga keindahan dan keelokan tempat yang eksotis tersebut terjaga dengan baik.

Ohya kalau teman-teman ada cerita tentang tempat ini boleh juga diceritain di kolom komentar, makasih... ^..^
5 SKIZOID: 2015 Halo semua, apa kabar? satu bulan mungkin lebih belakangan Gue nggak ada posting cerita. semoga kedepanya tulisan diblog ini bakal Gue ...

Kamis, 12 Maret 2015

Cerita Seram Malam Jumat

Hai teman-teman pengunjung blog saya, kali ini saya memposting sebuah cerita pendek yang berjudul Cerita Seram Malam Jumat. Ya, seperti itulah judulnya. Ini adalah cerita paling seram musim ini, semoga teman-teman yang baca tidak mempunyai masalah dengan jantung, lebih tepatnya hati. Okeh tanpa panjang yang dilebarkan silakah dibaca. Ohya jangan lupa komenya yah, sharing boleh juga.... hehehe....



CSMJ
Hari ini adalah siaran yang ke dua puluh tiga. Kali pertama dirinya merasa paling ketakutan sebagai penyiar radio dalam acara Cerita Seram Malam Jumat disingkat CSMJ. Kinta menutup panggilan terakhir penelpon yang telah berbagi cerita dalam acaranya. musik sendu yang di request para penelpon tadi mulai diputar. Memang tak banyak yang berpartisipiasi untuk  menelepon, lebih banyak yang berkomentar tentang cerita penelepon di website radio.  Website tersebut cukup menaikan rating radio. Dan juga siaran radio dapat di dengarkan pada website, dengan cara men-streaming-nya.

Disebuah warung kopi yang hampir buka sampai dini hari. Nuansa malam  jumat cukup terasa dari renggangnya kuantitas pengendara dijalanan depan warung. Angin berembus memasuki selasar warung, tapi tak menghentikan niat tiga pemuda untuk bermain UNO Stacko. sembari menuyusun kepingan balok yang dijadikan  menara. Salah satu dari mereka memutar radio dari smartphone, tentu saja untuk mendengarkan acara CSMJ dari Jack.Fm.

"Cerita Mereka kurang menakutkan," Komentar seorang pemilik akun perempuan di website Jacko.fm. Julia tidak tertarik dengan para penelpon yang hanya berkutat pada ketakutan tak jelasnya. Julia menopang dagunya di depan komputer, merasa bosan. Kamar besarnya disejukan oleh AC, tapi Julia tak membutuhkanya pada malam itu.

Kinta keluar dari studio, ia mendapat beberapa waktu untuk sejenak beristirahat di sofa sembari menunggu semua lagu diputar. Hari ini hanya  ada  dia dan Rudi diruang operator. Tampaknya tak ada yang akan membicarakan persoalan  hubungan dengan kekasihnya yang baru saja kandas sekitar lima hari yang  lalu. Lagipula tak ada yang tau bahwa Kinta benar-benar memiliki seorang kekasih dari sikapnya yang agak cuek.

Merasa bosan  Kinta kembali keruangan studio, duduk dan  memasangkan headphone dengan pelan. tatapanya sejenak terpaku pada sebuah komentar di kolom acaranya, "Cerita mereka kurang menarik." Sejenak Kinta ingin menghiraukan komentar tersebut, kemudian sirna. "Wah bagaimana ya?,  mungkin dipenelepon kita berikutnya." Ujar Kinta melalui kalimat yang Ia ketik. Kinta melanjutkan  untuk  membalas komentar lainya menunggu untuk sebuah lagu lagi selesai diputar.

"Nah lo... Baru saja mulai, sudah merobohkan. Ya, Sembari kita main kamu bisa cerita kepada kita  kan  Ri... " Komentar salah satu sahabatnya sekaligus membujuknya untuk bicara apa yang sedang ia pendam. Ari hanya tersenyum dan kembali menyusun UNO seperti ke keadaan semula. Minuman yang mereka pesan sesekali diseruput dengan pelan, agar bertahan lama.

“Halo para pendengar dimanapun  kamu berada. Kembali lagi dalam  acara Cerita Seram Malam Jumat, jack Fm.” Suara Kinta mulai terdengar dibelakang bunyi musik yang perlahan hilang.

“Nah. sudah dengarkan cerita-cerita yang dialami beberapa penelepon tadi. Cukup menyeramkan bukan. Yah, boleh percaya atau tidak kita tetap menjaga perilaku dengan baik.”  

“Kinta akan mendengar cerita kamu yang mau sharing disini...”

Driiiiinggg!!!

Kalimat Kinta dputus oleh dering telepon, Langsung saja Kinta menjawab Telepon tersebut. “Halo, Cerita Seram Malam Jumat. Dengan siapa dimana?” Ujarnya dengan nada manja.

Tak ada jawaban, kinta kembali mengucapkan kalimat yang sama seprti sebelumnya. Begitu sunyi, tanpa suara apapun dibalik sana. Kinta mencoba menuggu beberapa saat, mengarahkan pandanganya ke ruangan sebelah yang hanya ada Rudi.

“Halo...” Suara lirih seorang laki-laki terdengar.

“Haiii, dengan siapa, diamanaaa...” Kinta kembali menyapa. Penelepon kembali hening.

Tak lama kemudian, seseorang di website Jack.Fm berkomentar “Hati-hati kak Kinta jangan-jangan itu beneran dia Loh.” Lutut Kinta bergetar membaca komentar yang baru saja muncul dari pendengar, seperti biasa datang beberapa balasan berkelakar dari pendengar lainya. Kinta mencoba tenang, separuh getaran tadi bisa ia redam.

“Saya, Med.” Sahut si penelepon.

“Halo. Hai Med. Med dimana, Kalau Kinta boleh tau.” Tanya Kinta dengan tenang. Menghilangkan spekulasinya dari komentar yang datang barusan.

“Med, di tempat gelap sunyi, lembab dan pengap, disebut hati.” Ujarnya pelan.

“Hahaha, Med bisa aja.” Kinta tertawa mendengar jawaban Med. Terdengar juga tawa Med disana pelan.

Di warung Kopi Dua sahabat Ari tertawa terbaha-bahak mendengar jawaban med, namun Ari tetap memasang wajah datar. Julia yang mendegar jawaban itu tersenyum dan menarik topangan dagunya, tampaknya Julia akan mendegar cerita seru seperti yang ia harapkan.

“Med  mau berbagi cerita apa nih sama Kinta dan pendengar?” Kinta mulai membuka obrolan acaranya.

Detik berjalan  perlahan, Keadaan  kembali sepi dibalik sana. Kinta mulai kesal dengan penelepon yang satu ini, “Hei Med apa nih cerita kamu, boleh bagi sama Kinta dan Pendengar dong yaa...” Kembali Kinta menanyakan Hal yang sama dengan suara sedikit dikeraskan.

“Iya, Aku punya cerita tentang pengalaman Aku yang paling menakutkan seumur hidup Aku. Aku tak pernah berada  pada keadaan seperti itu sebelumnya. Bahkan dari mereka yang pernah bercerita tentang pengalaman tersebut hanya Aku anggap lelucon sebelumnya. Aku tak pernah tau bahwa ada masa dimana Aku yang akan mengalaminya sendiri. ” Tak disangka Med mulai membuka cerita pengalamanya.

Kini giliran Kinta, terdiam, menduga-duga semenakutkan apa pengalaman yang akan diceritakan oleh Med. Para pendengar mulai penasaran dengan cerita si penelepon, terlihat dari beberapa komenter yang masuk lebih banyak dari yang biasanya.

Dua sahabat Ari yang baru saja menyelesaikan giliranya memindahkan balok UNO, mulai serius mendengarkan. Angin semilir jalanan melintasi mereka, namun dengan sikap yang dingin. Julia meraih headphone dan menyambungkanya pada ponsel, lalu berbaring di kasurnya meninggalkan komputer yang tetap menyala. Aplikasi radio dijalankan, channel pada Jack.Fm yang sudah di bookmark.

“Wah tampaknya cerita Kamu sungguh....”

“Tidak, jujur saja ini tak seperti apa yang dibayangkan.” Med memotong ucapan Kinta. “Sesosok wajah, tanpa sedikitpun mimik. Seakan-akan menertawakan Aku, dibalik murung yang seakan murka menghujat diriku.” Tambahnya lagi.

“Waktu itu, Sabtu malam. Aku pergi ke sebuah tempat yang belum pernah Aku kunjungi, Pasar Malam. Disana ada kesunyian yang terus mengikutiku, menyelimutiku dari keramaian.” Med Terus bercerita, ketakutan dan kesedihan jelas terdengar dari nada datar sesekali menciut pelan.

“Oke, Med berada di pasar malam. Lalu apa yang Kamu  temukan Med?.” Tanya Kinta yang mulai penasaran.

Keadaan kembali Sunyi, Rudi memainkan backsound piano bernada minor dengan sangat pelan. Tiga Pemuda, Ari dan dan dua sahabatnya di warung kopi terhenti sejenak mendengarkan cerita Med di radio. Julia yang berbaring dikasur memeluk erat bantal gulingnya.  Udara bertambah dingin, anginpun mulai menerbangkan butiran debu.

“Makhluk apa yang berani menampakan diri dikeramaian?.” Komentar terakhir yang baru saja masuk ke website, kemudian tak ada komentar lagi. Sama seperti Med yang telah sunyi diseberang sana. Kinta tetap menunggu, ia bisa merasakan ketakutan Med saat ceritanya dimulai.

Detik demi detik berlalu, Hanya Backsound yang terdengar samar. “Hem” Med mulai bersuara lagi. “Aku membeli sebungkus popcorn pada seorang lelaki paruh baya. Saat membeli hingga membayar wajahnya datar saja. Aku berjalan menyusuri kerlap kerlip lampu dan keriuhan yang terdengar pekat disekitar bianglala.”

“Halo Kinta.” Sapa Med memastikan Kinta mendengarnya.

“Iya Med, Kinta mendengerkan. Lalu Bagaimana selanjutnya?.” Kinta tidak tau pasti apa yang harus ia tanyakan, walaupun telah terucap pertanyaan umum darinya.

Angin mulai berdesir kencang. Tiga pemuda diwarung kopi tetap dengan seksama mendengarkan radio. Dengan volume yang dikeraskan mengalahkan desiran angin, tiga pemuda itu bergantian memindahkan balok Uno secara perlahan. Dikamarnya Julia Menarik selimut hingga munutupi sebagian tubuhnya.

“Terus terang Aku tak sanggup mengunyah Popcorn yang telah masuk kemulut. Tapi Aku terus melakukanya, memasukanya kemulut.” Med mulai terisak.

“Med, kamu yakin masih mau melanjutkan ceritanya untuk Kinta dan para pendengar?” Kinta memastikan keinginan Med.

“iya.” Jawab Med menekan suranya.

“Med, berjalan menelusuri keramaian. Membeli Popcorn betul?”

“iya Kinta. Kemudian Aku duduk disalah satu tepian jalan. Agak jauh dari keriuhan, lebih dekat ke tempat parkir kendaraan. Aku merasa mual dan sempoyongan waktu itu. Setelah duduk Aku rasa itu sudah mulai berkurang. Masih terlalu cepat untuk pulang, Aku ingin kembali kedalam pasar. Tapi...”

Kinta menaruh jari telunjuknya di tombol volume, “tapi apa Med?.”

Med kembali membisu. Lengkingan feedback terdengar tajam menusuk telinga. Kinta Menyipitkan matanya, bersiap mendengar jawaban Med.

“Tapi aku berubah pkiran. Lalu Aku mendengar suara tawa seorang gadis, sungguh terasa dekat dengan  hatiku. Aku berbalik membelakangi pasar, melihat sekitar,  tapi aku tak menemukanya. Seorang berbadan besar dan tinggi tiba-tiba menyenggol tangan  kiriku. Hampir separuh popcorn yang aku pegang tertumpah, tapi Aku tak mau itu terjadi. Dengan daya dan upaya yang dimiliki Aku berhasil membuatnya tidak tumpah sedikitpun. Aku membiarkan orang itu pergi, Aku tak mau bermasalah. Masalahnya kenapa Aku tak melakukanya pada apa yang kumiliki dahulu. Tersenggol dan kubiarkan lepas begitu saja.”

Bau badai mulai terasa, Angin mulai ricuh diatas. Ari mendapat giliran untuk menarik balok atas pilihan temanya. Balok yang terletak antar dua balok lainya, terimpit oleh ribuan susunan balok yang siap membuat gegaduhan.

Gorden di dekat meja komputer melambai-lambai, tak kuat menahan terpaan angin yang mencoba masuk. Julia tak mau beranjak dari kasurnya, ia memperhatikan saja gorden itu dengan mata sendu, seolah-oleh sedang mengenang sesuatu.

Kinta menghela nafas, bersiap mendengarkan Med. Rudi tak lagi terlihat diruanganya, tapi backsound yang telah diatur untuk terus berjalan terdengar samar.

“Aku berlajan kearah parkiran. Cuaca pada hari itu cerah, Aku dapat melihat bintang bertaburan dilangit. Salah satunya yang paling terang, sama seperti milikku dahulu. Kembali Aku mendengar tawa. Aku menurunkan pandanganku, dan disanalah aku melihatnya...”

“Melihat apa med!?.” Tanya Kinta cepat. Med tak langsung menjawabnya. Suara med mulai tertatih mengucap beberapa kalimat tidak jelas. Keadaan sunyi menyelimuti studio, Kinta belum melihat Rudi kembali ke ruanganya.

Mendegar kalimat terputus dari Med, Ari menahan tarikanya pada balok UNO. Begitu dengan dua sahabatnya  menunggu pernyataan  Med. Julia menutup matanya keras-keras, meremas selimut dan bantal gulingnya.

Bersamaan dengan turunya hujan deras, sangat deras dengan angin kencang. Med melontarkan sebuah kata terakhirnya. Kinta melepaskan headphone, berlari menuju pintu keluar studio. Ari merobohkan Menara balok UNO, kontan mereka bertiga terkejut dan menjauhi meja. Sebagian balok UNO jatuh ke lantai, membuat gegaduhan seperti hujan lebat yang turun seperti beling kaca. Julia menarik selimutnya, menyelinap dan berkeringat. Julia menutup matanya keras, yang ia inginkan hanya tidur dan berdoa agar matahari datang membangunkanya esok hari.

“Empat tahun, Beberapa ucapan perpisahan. Seminggu kemudian yang Aku terima hanya undangan pernikahan!. Apa cinta bisa dijual!!.” Teriak Ari kepada dua sahabatnya. Belum hilang pernyataan dari Med, kedua sahabat Ari terperangah, dengan pupil mata membesar.

Didepan pintu yang ia buka ternyata ada Rudi dengan segelas air hangat. Kinta memeluk Rudi, “Hei ada apa? Diluar sudah mulai hujan. Aku membawakan segelas air hangat untukmu.” Ujar Rudi. Rudi heran saat kinta memeluknya erat, Ia juga merasakan tubuh Kinta mengigil. Kinta tak sanggup berdiri, Rudi menopang tubuh Kinta yang sempoyongan agar dapat berjalan ke sofa. “Mantan...” Ujar Kinta pelan dengan mata berlinang.

Mantan apa?,  Rudi merasa melewatkan sesuatu saat mengambil air minum. “Closing kamu tinggal dua puluh menit lagi, diisi musik saja sampai habis.” Rudi berbalik meninggalkan Kinta menuju ruanganya.

Hujan lebat itu berlangsung hingga pagi hari. Matahari muncul dengan pendar kuning kehijauan, tak menyisihkan sedikitpun sisa kejadian tadi malam. Tapi kejadian itu akan mereka kenang dengan apa yang mareka rasakan di masa depan. Siklus perputaran terjadi dengan tingkat berbeda, Kinta akan selalu mengenang kejadian itu dengan rasa yang ia miliki. 
5 SKIZOID: 2015 Hai teman-teman pengunjung blog saya, kali ini saya memposting sebuah cerita pendek yang berjudul Cerita Seram Malam Jumat. Ya, seperti itu...

Rabu, 04 Februari 2015

Dor!!!, Dibalik Pintu yang Terkunci.



Dor!! Dor!!



Suara tembakan terdengar dari sebuah ruangan. Orang-orang yang berada di luar ruangan berlarian mencoba memasuki ruangan itu. ruangan tersebut dikunci dari dalam, didobrak dan dihantam dari luar. Tidak ada jendela hanya pintu besi dan kaca pantul sangat besar di salah satu sisi ruangan.  Pintu tak bisa dibuka, mereka berbalik arah dan berlari ke salah satu pintu, agak jauh namun tetap disisi dinding yang sama. Setelah masuk ruangan tiba-tiba mereka terperangah. Salah satu dari mereka mengambil microfon.
 
“Leo!!! Jauhkan pistol itu!!!” suara menggema kedalam ruangan yang terkunci tadi.

Seperti tak dihiraukanya Leo tetap mengarahkanya kepada seseorang didalam ruangan itu bersamanya. Tanganya disatukan oleh borgol dengan cat metalic. Tak lama Ia memperbaiki posisinya di bangku yang di duduki, menaruh tanganya diatas meja yang disatukan borgol. Sangat tenang sesekali bibirnya terlihat simpul, menandakan tidak ada yang terjadi didalam ruangan itu.

“Leo!! Kau dengaer perkataanku!!,” teriak seseorang tadi kembali. Memperingati Leo.

Kini asap yang keluar dari bibir pistol tersebut sudah tak terlihat, menandakan corongnya yang kembali dingin diterpa siraman AC ruangan tersebut. Leo tampaknya cukup geram melayani dia yang sedang duduk manis. Matanya goyah dari dalam tempatnya. Leo menutup pengaman pistolnya, terdengar bunyi “clirk”,  sembari ia menyembunyikan pistol tersebut ke belakang jas yang dikenakan.

Kemudia Leo berkata, “Bajingan betapa bejatnya Kau meniduri dan membunuhnya, istri sekaligus nyawa bagi hidupku!. Kubiarkan pengadilan membawamu sementara, setelah itu Kau akan menerima hukum yang tak akan pernah Kau bayangkan sebelumnya.”
5 SKIZOID: 2015 Dor!! Dor!! Suara tembakan terdengar dari sebuah ruangan. Orang-orang yang berada di luar ruangan berlarian mencoba memasuki...

Selasa, 03 Februari 2015

si Kancia dan si Kalinci #1


Hai kawan-kawan pembaca blog  saya. Kali ini Saya akan bercerita tentang si Kancia (Kancil), yap Kancia dalam bahasa minangnya. Dalam cerita-cerita dongeng kancil memnag punya banyak akal untuk mencapai tujuanya, dan tak jarang pula Ia jahil sehingga menganggu hewan lainya.  Cerita ini Saya dengar dari Ayah. Ayah adalah pemilik warung dimana Saya dan teman-teman sering nongkrong disana. Ayah juga orang tua dari teman karib Saya dan lainya yang telah berteman sejak sekolah dahulu. 

Seperti biasa, Saya dan teman lainya sedang bersenda gurau. Lalu Ayah duduk diantara kami, dan mula bercerita. Ayah sering memberi kami inspirasi, dan tak jarang pula ikut bersendagurau. Dalam adat Minang, Paman dan Keponakan tak jarang harus duduk bersama, berkomunikasi tentang adat dan kehidupan. 

Entah kenapa waktu itu ayah bercerita tentang si Kancia, Saya dan yang lainya mendengarkan dengan santai. Entah dari mana ayah mendapati cerita itu, yang jelas ayah telah hidup lama dari kami, dan kamipun belum pernah seumur ayah.


Kancia dan Kalinci



Ancuponataim, si Kancia bertemu dengan seorang temanya si Kalinci (Kelinci). Kancia begitu sombong dan sok berkuasa.  Ia berkata “Kok dunia ko punyo tali pangikek, Den iriknyo kama Den nio. Kok dunia ko tabungkuih den jinjiangnyo jo tanago Den.” Begitu sombongnya si Kancia, ia ingin menarik dan menjinjing dunia dengan kekuatanya. Mendengar itu Kalinci tertegun. “Ang dek alun basobok jo urang tu iyo,” sahut si Kalinci menantang si Kancia.

Si Kancia merasa tertantang, dan mengatakan Ia akan melawan manusia dan merobohkanya. Si Kancia menunjuk sebuah batang pohon, “Tu batang diank kan? Caliak den dih! Den Robohan batang tu!,” ujar si Kancia kepada si Kalinci menunjuk sebuah batang pohon yang sama besar dengan badanya. Si kancia menyeruduk pohon tersebut, hingga tumbang dengan satu kali hantaman.

Kalinci sedikitpun tak heran. “Jadi manyo urang tu?,” ujar si Kancia kepada si Kalinci sombong. “A kok baitu Ikuik wak lah, basobok jo Urang,” ajak si Kalinci. Si Kancia dan Kalinci kemudian berpergian mencari manusia.  Kemudian bertemulah Mereka dengan sorang anak manusia yang sedang bermain. “Itunyo urang tu, bia den taumbanganyo!,” pongah si Kancia lagi. “Itu indak Urang do, Alun manjadi Urang lai,” sahut si Kalinci. Mereka kemudian meniggalkan tempat itu dan kembali mencari manusia yang lain.

Jauh berjalan, kemudian si Kancia dan si Kalinci bertemu dengan seorang manusia lagi. Seorang remaja sedang bersenda gurau dengan temanya. Si Kalinci menyebutkan kepada si Kancia bahwa itu juga belum. Jadilah mereka kembali berjalan, hingga mereka bertemu dengan seorang . orang itu sudah dewasa menurut pandangan si Kalinci, berpakaian seragam loreng dan membawa sebatang kayu.

Tak lama memperhatikan manusia tersebut si Kalinci memperbolehkan   si Kancia untuk menyerang manusia tersebut untuk memperlihatkan keperkasaan dan kuasanya. Berlarilah si Kancia menyerang manusia tersebut, dengan cepat manusia mengelak dari serangan si Kancia. Disaat bersamaan manusia itu melakukan sesuatu pada sebatang kayunya, “crikk klik!!,” begitu bunyi batang kayu tesebut. 

Si kancia berlari agak menjauh dari manusia tersebut, agar seranganya memiliki kekuatan yang kuat untuk menumbangkan manusia. Saat siap berlari menerjang manusia, batang kayu tersebut diarahkan padanya. Si Kancia keheranan, “Bagarah se Urang ko!! Kayu diarahane ka aden!!”. Si Kalinci yang meyaksikan pertempuran itu dari jauh hanya berdiam ditempatnya. 

“Door!!!,” bunyi sebatang kayu yang di tangan manusia tadi.

Untung bagi si Kancia benda bulat hitam, panas dan cepat itu mengenai pahanya. Si Kancia terkejut bukan kepayang, Ia berlari secepat mungkin dengan menjauhi manusia tersebut. Paha si Kancia berlumuran darah, untung baginya lagi manusia tersebut tidak mengejar maupun melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.  Manusia tu adalah seorang tentara yang sedang berjaga di perbatasan.

Keesokan harinya, dengan luka yang sudah mengering. Si Kancia berjalan dengan tertatih menuju tempat tinggal si Kalinci. “Iyo hebat urang tu nak...?” tuturnya Kepada si Kalinci. Si kalinci hanya tersenyum kepada si Kancia. “Maafkan Aden yo Nci, iyo hebat urang tu, jo batang kayu se dari jauah balubang ikua den dek nyo!!,” ujar si Kancia kepada temanya untuk meminta maaf.

“Kan lai tau tu, nan ketek sadar jo ketek e, nan gadang amuah jo kuaso e.” Ujar si Kalinci sembari duduk bersebelahan dengan si Kancia, menyaksikan hutan yang rindang diiringi gemericik dedaunan yang riuh.

(Urang atau orang dalam Indonesia-nya. Dalam bahasa Minang bermakna manusia yang telah dewasa atau bisa memikirkan sesuatu dengan cermat. Di makna modern Urang juga dimaknai sebagai manusia dewasa yang sudah memiliki harta dan jabatan tertentu istilahnya sudah tercapai keinginanya. )

Begitulah kisah si Kancia dan si Kalinci. Ayah dan Kami terbahak mendengar cerita yang di tuturkan oleh Ayah. Cerita klasik seperti yang diceritakan ayah memiliki unsur moral dan pendidikan, dalam adat Minang itu disebut Tambo. dahulu orang-orang tua sering bercerita seperti itu, disaat Saya masih kecil. 

Setelah membahas apa yang diceritakan Ayah, tak lama Ayah kembali bercerita tentang si Kancia dan temanya yang lain, ada dua cerita lagi yang akan diceritakan oleh Ayah. Kamipun berdiam dan siap mendengar cerita Ayah.  

Tunggu cerita berikutnya yah... ^..^
5 SKIZOID: 2015 Hai kawan-kawan pembaca blog   saya. Kali ini Saya akan bercerita tentang si Kancia (Kancil), yap Kancia dalam bahasa minangnya. Dalam ce...
< >