+ -

BANNER

BANNER

Selasa, 03 Februari 2015

si Kancia dan si Kalinci #1


Hai kawan-kawan pembaca blog  saya. Kali ini Saya akan bercerita tentang si Kancia (Kancil), yap Kancia dalam bahasa minangnya. Dalam cerita-cerita dongeng kancil memnag punya banyak akal untuk mencapai tujuanya, dan tak jarang pula Ia jahil sehingga menganggu hewan lainya.  Cerita ini Saya dengar dari Ayah. Ayah adalah pemilik warung dimana Saya dan teman-teman sering nongkrong disana. Ayah juga orang tua dari teman karib Saya dan lainya yang telah berteman sejak sekolah dahulu. 

Seperti biasa, Saya dan teman lainya sedang bersenda gurau. Lalu Ayah duduk diantara kami, dan mula bercerita. Ayah sering memberi kami inspirasi, dan tak jarang pula ikut bersendagurau. Dalam adat Minang, Paman dan Keponakan tak jarang harus duduk bersama, berkomunikasi tentang adat dan kehidupan. 

Entah kenapa waktu itu ayah bercerita tentang si Kancia, Saya dan yang lainya mendengarkan dengan santai. Entah dari mana ayah mendapati cerita itu, yang jelas ayah telah hidup lama dari kami, dan kamipun belum pernah seumur ayah.


Kancia dan Kalinci



Ancuponataim, si Kancia bertemu dengan seorang temanya si Kalinci (Kelinci). Kancia begitu sombong dan sok berkuasa.  Ia berkata “Kok dunia ko punyo tali pangikek, Den iriknyo kama Den nio. Kok dunia ko tabungkuih den jinjiangnyo jo tanago Den.” Begitu sombongnya si Kancia, ia ingin menarik dan menjinjing dunia dengan kekuatanya. Mendengar itu Kalinci tertegun. “Ang dek alun basobok jo urang tu iyo,” sahut si Kalinci menantang si Kancia.

Si Kancia merasa tertantang, dan mengatakan Ia akan melawan manusia dan merobohkanya. Si Kancia menunjuk sebuah batang pohon, “Tu batang diank kan? Caliak den dih! Den Robohan batang tu!,” ujar si Kancia kepada si Kalinci menunjuk sebuah batang pohon yang sama besar dengan badanya. Si kancia menyeruduk pohon tersebut, hingga tumbang dengan satu kali hantaman.

Kalinci sedikitpun tak heran. “Jadi manyo urang tu?,” ujar si Kancia kepada si Kalinci sombong. “A kok baitu Ikuik wak lah, basobok jo Urang,” ajak si Kalinci. Si Kancia dan Kalinci kemudian berpergian mencari manusia.  Kemudian bertemulah Mereka dengan sorang anak manusia yang sedang bermain. “Itunyo urang tu, bia den taumbanganyo!,” pongah si Kancia lagi. “Itu indak Urang do, Alun manjadi Urang lai,” sahut si Kalinci. Mereka kemudian meniggalkan tempat itu dan kembali mencari manusia yang lain.

Jauh berjalan, kemudian si Kancia dan si Kalinci bertemu dengan seorang manusia lagi. Seorang remaja sedang bersenda gurau dengan temanya. Si Kalinci menyebutkan kepada si Kancia bahwa itu juga belum. Jadilah mereka kembali berjalan, hingga mereka bertemu dengan seorang . orang itu sudah dewasa menurut pandangan si Kalinci, berpakaian seragam loreng dan membawa sebatang kayu.

Tak lama memperhatikan manusia tersebut si Kalinci memperbolehkan   si Kancia untuk menyerang manusia tersebut untuk memperlihatkan keperkasaan dan kuasanya. Berlarilah si Kancia menyerang manusia tersebut, dengan cepat manusia mengelak dari serangan si Kancia. Disaat bersamaan manusia itu melakukan sesuatu pada sebatang kayunya, “crikk klik!!,” begitu bunyi batang kayu tesebut. 

Si kancia berlari agak menjauh dari manusia tersebut, agar seranganya memiliki kekuatan yang kuat untuk menumbangkan manusia. Saat siap berlari menerjang manusia, batang kayu tersebut diarahkan padanya. Si Kancia keheranan, “Bagarah se Urang ko!! Kayu diarahane ka aden!!”. Si Kalinci yang meyaksikan pertempuran itu dari jauh hanya berdiam ditempatnya. 

“Door!!!,” bunyi sebatang kayu yang di tangan manusia tadi.

Untung bagi si Kancia benda bulat hitam, panas dan cepat itu mengenai pahanya. Si Kancia terkejut bukan kepayang, Ia berlari secepat mungkin dengan menjauhi manusia tersebut. Paha si Kancia berlumuran darah, untung baginya lagi manusia tersebut tidak mengejar maupun melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.  Manusia tu adalah seorang tentara yang sedang berjaga di perbatasan.

Keesokan harinya, dengan luka yang sudah mengering. Si Kancia berjalan dengan tertatih menuju tempat tinggal si Kalinci. “Iyo hebat urang tu nak...?” tuturnya Kepada si Kalinci. Si kalinci hanya tersenyum kepada si Kancia. “Maafkan Aden yo Nci, iyo hebat urang tu, jo batang kayu se dari jauah balubang ikua den dek nyo!!,” ujar si Kancia kepada temanya untuk meminta maaf.

“Kan lai tau tu, nan ketek sadar jo ketek e, nan gadang amuah jo kuaso e.” Ujar si Kalinci sembari duduk bersebelahan dengan si Kancia, menyaksikan hutan yang rindang diiringi gemericik dedaunan yang riuh.

(Urang atau orang dalam Indonesia-nya. Dalam bahasa Minang bermakna manusia yang telah dewasa atau bisa memikirkan sesuatu dengan cermat. Di makna modern Urang juga dimaknai sebagai manusia dewasa yang sudah memiliki harta dan jabatan tertentu istilahnya sudah tercapai keinginanya. )

Begitulah kisah si Kancia dan si Kalinci. Ayah dan Kami terbahak mendengar cerita yang di tuturkan oleh Ayah. Cerita klasik seperti yang diceritakan ayah memiliki unsur moral dan pendidikan, dalam adat Minang itu disebut Tambo. dahulu orang-orang tua sering bercerita seperti itu, disaat Saya masih kecil. 

Setelah membahas apa yang diceritakan Ayah, tak lama Ayah kembali bercerita tentang si Kancia dan temanya yang lain, ada dua cerita lagi yang akan diceritakan oleh Ayah. Kamipun berdiam dan siap mendengar cerita Ayah.  

Tunggu cerita berikutnya yah... ^..^
5 SKIZOID: si Kancia dan si Kalinci #1 Hai kawan-kawan pembaca blog   saya. Kali ini Saya akan bercerita tentang si Kancia (Kancil), yap Kancia dalam bahasa minangnya. Dalam ce...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >